Krisis Empati Di Ranah Akademik: Kasus Perundungan Indonesia Merangkak Naik, Dari Sd Hingga Perguruan Tinggi
Krisis Empati Di Ranah Akademik: Kasus Perundungan Indonesia Merangkak Naik, Dari Sd Hingga Perguruan Tinggi
Indonesia saat ini menghadapi krisis perundungan (bullying) yang semakin mengkhawatirkan, dengan tren kasus yang terus menunjukkan peningkatan. Yang memprihatinkan, fenomena kekerasan ini marak terjadi di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat aman untuk tumbuh dan berkembang, yaitu dunia pendidikan.
Kasus perundungan kini tidak lagi sekadar masalah etika, tetapi telah menjadi isu serius yang menyangkut nyawa dan nurani. Mengutip pada laman Goodstats, kasus kekerasan di lingkungan pendidikan mengalami lonjakan tajam, meningkat lebih dari 100% pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun data spesifik untuk total kasus bullying sepanjang 2025 belum final, beberapa lembaga telah mencatat rentetan kasus kekerasan serius yang terjadi pada paruh kedua tahun ini. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat 573 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan pada tahun 2024, di mana sekitar 31% diantaranya berkaitan langsung dengan perundungan.
Perundungan terjadi di seluruh jenjang pendidikan, mulai dari tingkat paling dasar hingga perguruan tinggi. Data menunjukkan bahwa kelompok yang paling rentan adalah anak-anak usia awal pendidikan, dengan siswa Sekolah Dasar (SD) menyumbang 26% korban, disusul Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 25%, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 18,75% dari total korban. Selain sekolah umum, lembaga pendidikan berbasis agama seperti madrasah dan pesantren juga tidak luput dari perundungan.
Pada tahun 2025, khususnya di bulan Oktober, media mencatat sejumlah kasus perundungan yang menghebohkan, termasuk (1) Kasus di Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan, di mana siswi SMP dianiaya oleh rekan sekolahnya pada 15 Oktober 2025. (2) Dugaan bullying di Grobogan, Jawa Tengah, di mana seorang siswa SMP diduga tewas akibat perkelahian pada 19 Oktober 2025. (3) Kasus di Lampung, di mana seorang siswa SMP yang menjadi korban bullying selama dua pekan berakhir menyerang teman sekolahnya dengan gunting hingga meninggal dunia pada akhir September 2025. (4) Kasus di Wonosobo, Jawa Tengah, di mana seorang siswa kelas 3 SD tewas diduga akibat dipukul temannya pada 7 Oktober 2025.
Kasus perundungan yang paling menyorot perhatian publik baru-baru ini terjadi di tingkat Perguruan Tinggi yang menimpa Timothy Anugerah Saputra (TAS), seorang mahasiswa Universitas Udayana (Unud), Bali. Timothy meninggal dunia pada Rabu, 15 Oktober 2025, setelah diduga terjatuh/melompat dari gedung FISIP Unud. Timothy dikenal sebagai mahasiswa berprestasi yang lembut dan memiliki IP 3,91. Kematiannya diduga terkait dengan perundungan yang dialaminya.
Yang lebih memilukan, kasus ini mengungkapkan hilangnya moral dan krisis empati yang mendalam. Setelah kabar duka menyebar, sejumlah mahasiswa Unud justru menjadikan kematian Timothy sebagai bahan candaan dan olok-olok di grup pesan daring. Komentar seperti, “Nanggung banget kalau bunuh diri dari lantai 2 yak” dan “mentalnya nggak kuat kalau dari lantai 4” tersebar di media sosial.
Ironi ini memicu kemarahan publik dan desakan agar para pelaku diberi sanksi tegas. Pihak Unud telah menjatuhkan sanksi sementara kepada enam mahasiswa yang diduga terlibat dalam ucapan nir-empati tersebut, dan mereka terancam dikeluarkan (Drop Out/DO). Beberapa pelaku, termasuk yang merupakan calon dokter, telah meminta maaf di media sosial.
Tragedi Timothy Anugerah menjadi peringatan keras bahwa kekerasan dan perundungan terus terjadi, bahkan di lingkungan akademik. Peristiwa ini memunculkan pertanyaan publik yang menusuk kemana hilangnya moral dan nurani di institusi yang seharusnya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan?
Komentar tidak empatik yang muncul setelah kematian Timothy mencerminkan krisis empati yang serius di kalangan anak bangsa. Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menekankan bahwa kasus ini menuntut semua perguruan tinggi untuk melakukan introspeksi dan reformasi budaya kampus. Sudjiwo Tejo bahkan menyatakan kecemasan bahwa para pelaku perundungan mungkin tidak menyadari bahwa perbuatan mereka adalah salah.
Bagi korban perundungan, situasi ini memang sulit dan menyakitkan, namun ada langkah nyata yang bisa dilakukan. Berikut adalah strategi sederhana yang bisa diterapkan ketika menghadapi perundungan, dengan singkatan A.M.A.N.:
- Amankan Diri: Lindungi diri dengan menghindari situasi atau tempat di mana perundungan sering terjadi, kurangi interaksi dengan pelaku, dan temukan tempat yang membuatmu merasa aman.
- Mulai Melapor: Laporkan kejadian kepada pihak berwenang, seperti dosen, orang tua, konselor, atau Satgas PPK. Pastikan untuk menyimpan bukti-bukti perundungan yang dialami.
- Alami dan Atasi Stres: Lakukan aktivitas yang dapat membantu mengelola stres, seperti berolahraga, meditasi, atau hobi. Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional di bidang kesehatan jiwa (psikiater dan psikolog).
- Normalisasi Dukungan: Jalin hubungan dengan orang-orang yang mendukungmu dan bisa dipercaya. Ingat, kamu tidak sendirian.
Dalam menghadapi kasus perundungan yang semakin marak, pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), dan seluruh institusi pendidikan, didesak untuk bertindak tegas. Kampus harus menjadi ruang yang benar-benar aman dari segala bentuk kekerasan dan perundungan.
Kasus perundungan adalah musuh bersama yang harus dilawan dengan keberanian dan kasih sayang. Mahasiswa dan pelajar harus menjadi teladan dengan membangun karakter, empati, dan integritas. Kita semua harus membangun lingkungan yang inklusif dengan menghormati perbedaan individu dan menghindari stereotip, menjadi saksi yang berani jika melihat perundungan, lindungi korban, berikan kata-kata penyemangat, dan mendorong mereka untuk melapor. Kekerasan bukanlah sesuatu yang bisa dinormalisasi. Setiap orang memiliki berhak merasa aman dan mendapatkan tempat bertumbuh yang baik.
Pena Penulis
Penulis: Sarah Zakia Rahma | Editor: Aning Winarti, Zaffar Nur Hakim | Penanggung jawab: Zaffar Nur Hakim
Instagram: himasiera
Naungi Asa, Wujudkan Cita