Bubarkan DPR Jadi Solusi atau Petaka Demokrasi?
Bubarkan DPR Jadi Solusi atau Petaka Demokrasi?
Akhir-akhir ini, ramai sekali aksi demonstrasi yang dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat. Aksi unjuk rasa tersebut tertuju khusus kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Salah satu isu yang menjadi sorotan dan bahan pembicaraan publik adalah mengenai isu pembubaran DPR. Lantas, apa yang akan terjadi jika isu tersebut terealisasi?.
Senin, 25 Agustus 2025 menjadi awal mula dilakukannya aksi demonstrasi pada DPR. Kejadian ini merupakan bentuk kekecewaan masyarakat atas terjadinya berbagai polemik. Api kemarahan masyarakat dimulai dari titik dimana terdapat informasi mengenai adanya kenaikan pendapatan anggota DPR. Kenaikan tersebut diwujudkan melalui tunjungan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan, sehingga dengan tambahan ini total pendapatan anggota DPR dapat mencapai Rp 100 juta per bulan.
Selain itu, terdapat sebuah potongan video yang membuat publik semakin marah. Video yang memicu kemarahan tersebut yaitu cuplikan anggota DPR yang melakukan aksi joget-joget pasca Sidang Paripurna 2025. Hal ini dianggap berlawanan dengan kondisi masyarakat yang sedang menderita. Sehingga muncul sebuah narasi bahwa anggota dewan yang asyik berjoget, tetapi rakyat semakin sengsara. Lebih dari itu, amarah publik semakin memuncak melihat dari salah satu respon anggota DPR yang dianggap tidak dewasa. salah satu anggota parlemen menanggapi kritik masyarakat dengan memparodikan joget bersama dengan diiringi musik sound horeg yang sedang viral.
Imbas dari hal tersebut memicu aksi demonstrasi, dimana salah satu isu yang dibawakan adalah menyoroti kenaikan tunjangan DPR. Kemarahan tersebut yang pada akhirnya muncul sebuah isu pembubaran DPR sebagai bentuk kekecewaan publik. Namun pada kenyataannya, jika seandainya pembubaran tersebut terjadi (sulit untuk dilakukan), maka akan semakin memperkeruh keadaan saja. Mengapa seperti itu?.
Sangat diwajarkan masyarakat melontarkan untuk pembubaran DPR karena bentuk kemarahan yang akhirnya mencuat ke permukaan dan secara masif. Namun jika hal tersebut benar terjadi, maka akan ada ketidakstabilan politik. Jika DPR dibubarkan, maka tidak akan ada lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi. Dimana demokrasi itu sendiri menganut trias politica atau pemisahan kekuasaan. Terdapat tiga lembaga independen yang menjalankan pemerintahan yaitu lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pada kasus yang saat ini terjadi, publik menuntut DPR sebagai lembaga legislatif untuk dibubarkan. Hal ini dapat memicu dan potensi besar terjadinya penyalahgunaan dari lembaga eksekutif yang dalam hal ini presiden dan para menterinya yang memiliki tugas untuk menjalankan undang-undang.
Akan ada kesewenang-wenangan dalam menjalankan kekuasaan negara karena tidak ada lembaga yang mengawasi. Kemudian jika DPR dibubarkan, tidak ada lagi yang akan menyusun dan membahas undang-undang serta membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tupoksi utama dari DPR sendiri yaitu semua hal yang sudah disebutkan sebelumnya. Akan terjadi kepincangan kekuasaan jika DPR ditiadakan. Hasil produk tidak adanya DPR hanya akan melahirkan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terus merajalela. Pada akhirnya, rakyat lagi yang akan menjadi korban.
Sebelumnya, Indonesia pernah mengalami hal serupa yakni contoh kontrik lemahnya fungsi DPR. Pada tahun 1950-an atau masa Demokrasi Terpimpin, terjadi kekuasaan yang terpusat pada satu tangan yaitu presiden. Mungkin ini awalnya ditujukan untuk hal yang baik yaitu sebagai stabilitas. Seiring berjalannya waktu, lahir sebuah kekuasaan yang kontrolnya sangat jauh dari rakyat. Tidak adanya DPR bukan hanya soal eksistensi lembaga, melainkan soal tidak adanya mekanisme pengontrol.
Mahfud MD melalui kanal Youtube-nya turut memberikan tanggapan mengenai isu pembubaran lembaga yang disebut sebagai wakil rakyat tersebut. Dia mengatakan bahwa jauh lebih baik memiliki DPR dan partai yang buruk, daripada tidak ada sama sekali. Hal ini hanya akan menciptakan ketidakstabilan politik dan kekuasaan.
Sehingga berdasarkan berbagai polemik yang berujung pada wacana pembubaran DPR, bukan menjadi solusi yang tepat. Kita ketahui bersama banyak masyarakat yang merasa geram dan tidak puas atas kinerja yang diberikan. Tetapi ketiadaan DPR dalam sistem negara demokrasi hanya akan memperburuk keadaan.
Pena Penulis
Penulis: Zaffar Nur Hakim | Editor: Aning Winarti | Penanggung jawab: Zaffar Nur Hakim
Instagram: himasiera
Naungi Asa, Wujudkan Cita