Cerita Mahasiswa SKPM IPB Menyambut Idul Fitri – Mudik atau Bertahan di Kampus?

Weekly Updates

Cerita Mahasiswa SKPM IPB Menyambut Idul Fitri – Mudik atau Bertahan di Kampus?

Setiap menjelang Idul Fitri, mahasiswa SKPM IPB dihadapkan pada pilihan besar, mudik ke kampung halaman atau tetap bertahan di perantauan?. Bagi yang pulang, suasana rumah dan kebersamaan keluarga menjadi hal yang paling dinantikan. Sementara itu, mereka yang tetap di kampus harus menjalani lebaran dengan cara yang berbeda, jauh dari keluarga, namun tetap berusaha merayakan dengan penuh makna.

Momen ini selalu menghadirkan beragam cerita dan perasaan. Ada yang penuh semangat menyambut kepulangan, ada pula yang mencoba mengobati rindu dengan kebersamaan di perantauan. Namun satu hal yang pasti, setiap mahasiswa memiliki caranya sendiri dalam menyambut hari raya ini.

Lalu, bagaimana pengalaman mereka tahun ini? Seperti apa suka duka yang mereka rasakan? Simak cerita lengkapnya berikut!.

Nata salah satu mahasiswa SKPM IPB berbagi cerita tentang persiapannya untuk mudik tahun ini. Beriringan dengan rasa semangat, ia menceritakan betapa antusiasnya bisa pulang ke kampung halaman setelah sekian lama merantau. 

“Banyak yang harus dipersiapkan, seperti packing barang apa yang perlu dibawa pulang dan pesan tiket kendaraan, yang tentunya harga melonjak setinggi langit,” ungkapnya.

Ia juga memastikan semua barang penting, mulai dari pakaian, oleh-oleh untuk keluarga, hingga kebutuhan selama perjalanan sudah disiapkan dengan baik. 

“Barang-barang udah aku siapin dan kalo di ingat-ingat mudik tahun lalu lebih ramai dibandingkan mudik-mudik yang lain,” ujarnya.

Tantangan terbesar baginya adalah mencari tiket transportasi yang harganya melonjak sangat tinggi

Mudik bagi Nata bukan sekadar perjalanan pulang, tetapi juga momen yang penuh persiapan dan tantangan. Mulai dari  packing barang hingga menghadapi lonjakan harga tiket, semuanya harus dipikirkan dengan matang. Meskipun perjalanan sering kali melelahkan dan ramai, kebahagiaan bertemu kembali dengan keluarga selalu menjadi alasan utama yang membuat semua perjuangan terasa sepadan.

Namun, tidak semua mahasiswa bisa merasakan euforia mudik. Pada  saat yang bersamaan dimana sebagian besar  mahasiswa pulang kampung,  namun ada juga mahasiswa yang harus tetap bertahan di perantauan. Salah satunya adalah Elsa, mahasiswa SKPM IPB yang tahun ini memutuskan untuk tidak mudik.

Di saat sebagian besar mahasiswa SKPM IPB sudah berkemas untuk pulang ke kampung halaman, Elsa memilih untuk tetap bertahan di Bogor. Bukan karena tidak ingin bertemu keluarga, tetapi karena berbagai pertimbangan yang membuatnya harus menunda kepulangan.

“Tiket pesawat mahal banget, bisa lebih dari tiga juta. Rasanya sayang kalau harus pulang sekarang, padahal Januari kemarin aku juga sudah liburan di rumah,” ujar Elsa saat ditanya. 

Ia sadar bahwa semester depan kemungkinan besar ia akan pulang lagi, sehingga memilih untuk menghemat pengeluaran.

Selain itu, jadwal libur yang mepet juga menjadi alasan lain. Adanya kuliah yang dilaksanakan secara  online tanggal 8 April mendatang, ia merasa lebih nyaman tetap berada di Bogor. Ada beberapa kesibukan yang harus diselesaikan dan jika ada urusan mendadak, akses ke kampus juga lebih cepat dari kosnya dibanding jika ia harus kembali ke Bogor dalam waktu singkat.

Namun, tetap saja, suasana lebaran di perantauan terasa berbeda. Teman-teman satu per satu mulai mudik.Jujur, pas lihat teman-teman pulang, aku jadi ikut kangen juga. Pengen banget pulang, tapi ya gimana, nggak memungkinkan,” tambahnya.

Agar tidak terlalu merasa sendiri, Elsa memutuskan untuk merayakan Idul Fitri di rumah saudaranya di Jakarta. Setidaknya, ada keluarga yang bisa ditemui, meski bukan di Medan. 

“Kalau cuma di kos, pasti bakal kerasa banget sepinya. Jadi aku putusin buat ke rumah saudara, biar tetap ada suasana lebaran,” tutup Elsa.

Baik yang mudik maupun yang tidak, masing-masing memiliki pengalaman unik dalam menyambut Idul Fitri. Lalu, bagaimana perasaan mereka? Apakah ada yang merasa kehilangan momen penting, atau justru menemukan makna lain dari lebaran tahun ini?

Pada akhirnya, Idul Fitri bukan hanya soal lokasi, tetapi juga tentang bagaimana kita merayakannya dengan hati. Lebaran selalu menghadirkan cerita berbeda bagi setiap orang. Bagi yang mudik, itu adalah momen pulang ke akar. Bagi yang bertahan, itu adalah pengalaman membangun makna baru di perantauan. Apapun pilihannya, yang terpenting adalah bagaimana kita merayakan kebersamaan dan kehangatan Idul Fitri, dimanapun kita berada.